Sunday, January 10, 2010

Khatulistiwa

Di tanah ini aku berdiri
Memandang peristiwa dan momentum
Ratusan sungai mengalir di atas kekusaannya
membicarakan penghuni di gubuk-gubuk reot
Jiwaku resah, kapan fajar menyingsing

Bau bius menyesakkan paru-paru tubuhku
Berapa lama lagi aku tergantung racun ini
Para dokter memberi resep
Kureguk..ah masih sama, bius bermerek obat
Ku cari tabib
"ku tuliskan penawar yang engkau butuhkan" katanya
Mataku bersinar, menyala menyambut mentari pagi
Ku ketuk toko-toko obat yang menyediakan penawar
Ku dendangkan nasehat ini pada penduduk sekampung, tetangga dan saudara-saudara yang bernasib sama

O bintang yang berpijar..dia menipu dan mencabik-cabik tubuhku
Toko-toko kami ternyata penuh bius
Aku ini siapa? Ibunya..bapak..saudara..kerabat serta anak kandungnya. Aku darah daging bangsa ini
Tujuh malam tujuh purnama tujuh samudra tujuh langit mendengar jeritan kepedihanku

"Eh dungu, simpan isak tangismu", ejek seorang tua yang tak ku kenal.
Irisan-irisan wajahnya mengisyaratkan kepedihan, kesenangan, kebanggaan, kehinaan, kegelisahan, harapan, keputusasa-an, ambisi, dan fantasi.
Sorot matanya pancaran ratusan pengalaman terjal; tajam menghujam namun penuh persahabatan.
"Mereka yang menipumu juga sama: tertipu"
"karena 'kesadaran' telah lenyap dari hati"

Ia menarik dan mendudukkanku sejajar disampingnya:
Tahan dan atur sedu sedan jiwamu
Mana kapak butut lamamu
Gengggam dan asah
Bersihkan karat-karat penghalang ketajaman
Ukir namamu dibagian sisi-sisinya
Rambah belantara
pahat gunung-gunung batu
Masuki gua-gua dasar laut
Meski bius impor memenuhi tubuhmu, pastikan jiwamu masih memiliki 'diri'mu
Itulah mahkota para raja
Kuburan lebih baik bila dirimu tak berkuasa atas dirimu

09/01/2010

0 comments:

Post a Comment

  © Sponsored by khazanah1

Kembali ke ATAS