Sunday, July 5, 2009

Bahagianya Diriku

Betapa senangnya, ribuan syukur dan gejolak batin mengharu biru, meski awalnya beribu macam hal yang tidak mengenakkan terus menghantui. Terlebih ketika nama saya gaib dalam jajaran nama-nama mahasiswa yang naik tingkat terpampang di sudut dinding kampus al Azhar. Batin saya tak karuan, jangan-jangan saya bagian dari jejeran yang tidak lulus. Setelah dicari dan dicari juga tidak ketemu, rupanya nama dan nomor
saya tidak tertulis alias terlupa (waduh). Lantas saya menuju syuun tulab (bagian kemahasiswaan) untuk memastikan keberadaan nilai yang selalu dinanti dengan penuh debaran. Disinilah puncak kebahagiaan itu, “inta najih” (kamu lulus) kata ustadz Mukmin. Dada saya yang tadi terasa berat sontak menjadi lapang sejurus senyuman yang merekah. Dan semakin komplit dan meluaslah detik-detik kebahagiaan itu dengan tambahan ‘jayyid’ (baik), 782 point. Allah…batinku.


Beberapa teman sontak tak percaya apa yang terjadi terlebih Si Azim nama lengkapnya Abdul Azim Husaimy -teman senasib dan sependeritaan dalam pahit-getir dan perihnya studi- dengan sikap tongkarnya mengkalkulasikan nilai pernilai yang tidak mungkin aku mendapatkan nilai jayyid, sengitnya.

Seribu satu macam planning bermunculan disyaraf halusku, mulai dari semangat untuk belajar lebih baik lagi, sampai perhitungan ekomis. Rasa kecewa yang dulu mendera setidaknya dapat terobati. Memang bagi sebagian teman yang terbiasa mendapatkan nilai diatas maqbul (cukup) memang terlihat biasa, tapi tentu beda denganku dan teman sependeritaan lainnya, dan jangan sekali-kali bandingkan dengan kawan-kawan yang berada dipuncak, ‘mumtaz’ (cumlaude), yang jumlahnya hanya nol koma nol persen dari ribuan mahasiswa.


Saya boleh berbangga kalau mengirim sms untuk orang tua dan keluarga di Indonesia. Betapa manisnya keberhasilan itu apalagi setelah didera kepahitan. Perasaan ‘aku orang tergoblok di dunia’ tidak boleh lagi mampir dalam akalku. Aku telah membuktikannya dan harus terus membuktikan.


Syukur pada Allah yang tidak tercukupi dengan kata-kata. Terima kasihku buat kedua orang tua serta kakak dan abangku yang telah sudi memahami, dan kini giliranku untuk memahami apa yang mereka rasa dan harapkan. Buat teman-teman serumah (yang kita sering telat bayar sewa), terima kasih atas pujian tulusnya sebagai tanda turut bahagia akan perasaan bahagiaku. Dan tak ketinggalan pula ustazd Mukmin -syuun tullab yang hanya kusapa untuk urusan administrasi kampus yang harus antri dulu- yang juga turut berbangga atas perolahan nilaiku. Faamma bini’mati Rabbika Fahaddits. (Warung makan Sehati, ditemani segelas kopi. Jami’, Cairo 05-08-‘08 )

0 comments:

Post a Comment

  © Sponsored by khazanah1

Kembali ke ATAS